Semua Hidup Dalam Satu Bahtera
Konflik antar-aliran
dalam Islam timbul karena pemahaman yang dangkal terhadap agama. Ulama
sering membungkus kepentingan duniawi dengan dalih agama. Muslim
Indonesia mempunyai budaya hidup rukun.
Sebagai negara berpenduduk Islam
terbesar di dunia, Indonesia menjadi aset Islam yang tak ternilai. Akan
tetapi sejarah keberagaman di Indonesia sering dicoreng tindak kekerasan
berdalih agama. Hal ini menjadi perhatian Habib Umar bin Hafizh, ulama
pluralis dari Tarim, Yaman. Ulama kelahiran Tarim, Yaman, 27 Mei 1963,
ini adalah pendiri sekolah Daar al-Mustafa yang oleh koran The
New York Times digambarkan sebagai tempat multikultrural yang disesaki
pelajar dari Indonesia hingga California.
Dengan visi kemajemukannya, ulama
penghapal Al-Quran ini memberikan banyak ceramah di berbagai pusat
kebudayaan dan pendidikan Islam, termasuk beberapa universitas di
Inggris, Amerika Serikat dan Kanada.
Oleh Center for Muslims-Christian
Understanding, Georgetown University, Amerika Serikat, putra mufti kota
Tarim, Habib Muhammad bin Salim, itu dimasukkan di antara 50 nama dalam “The World’s 500 Most Influential Muslims 2009.”
Salah satu aksi penting yang dilakukan sebelumnya adalah penandatanganan Risalah Amman (2005) dan A Common Word atau Kalimatun Sawa
(2007). Pakta pertama adalah pengakuan adanya beberapa mazhab dalam
Islam dan yang kedua adalah surat terbuka para ulama kepada pemimpin
Kristen yang kemudian direspons positif sebagai inisiatif dialog
antar-iman yang cukup berpengaruh.
Pekan ini, ia melakukan lawatan ke
Indonesia. Di antara agendanya adalah memberikan ceramah di Universitas
Paramadia, Monumen Nasional, dan di kawasan Puncak, Bogor. Senin lalu,
Umar bin Hafizh berkesempatan menerima Edmiraldo Siregar dan Dharma
Wijayanto (pewarta foto) dari GATRA. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana Anda melihat umat Islam di Indonesia?
Orang Indonesia punya dasar yang baik
untuk bisa hidup bersama dengan keberagaman. Kalau ada sedikit konflik
atau perseteruan, tentunya pengaruh dari apa yang datang setelahnya.
Namun pada intinya, potensi untuk toleransi yang baik itu ada di
Indonesia. Cukup dengan berusaha sedikit saja, insya Allah akan terwujud
toleransi seperti yang kita harapkan.
Sampai sekarang masih terjadi sikap intoleransi, mengapa?
Perbedaaan mazhab-mazhab dalam Islam
bukanlah hal yang sifatnya prinsipil. Itu hanya “ranting dan cabangnya”
agama. Sebaiknya itu bisa dipahami dengan baik agar tidak akan ada
masalah. Yang jadi masalah, ketika seseorang dikuasai fanatisme berlebih
pada mazhabnya, maka perilakunya saling menyakiti.
Terkait dengan konflik bertema agama, apa saran anda?
Semestinya kita semua saling
menghormati. Intinya, mazhab yang sudah dianut lebih dahulu oleh
masyarakat Indonesia harus menunjukkan penghormatan pada mazhab baru.
Tetapi mazhab yang masuk setelahnya harus mampu menunjukkan penghormatan
yang lebih besar.
Apa faktor yang menjadi pendukungnya?
Ini menjadi fenomena pribadi mereka
(ulama) masing-masing yang pemahaman agama Islamnya mungkin kurang
benar. Mengkafirkan seseorang itu tidak diperbolehkan, kecuali pada
kenyataannya orang itu memang kafir. Atau bisa jadi mereka melakukan hal
tersebut karena faktor-faktor duniawi dengan mencari pembenaran atas
nama agama.
Di negara Islam lain apakah konflik mazhab masih menjadi masalah?
Pada masa lalu sebenarnya tidak ada. Di
setiap negara terdapat dua mazhab berbeda, bahkan bisa lebih, namun
hidupnya stabil tanpa ada masalah. Tetapi perkembangannya, apa yang saya
istilahkan sebagai misionaris mazhab mulai mengorek-ngorek dan tentunya
bisa merangsang terjadinya konflik.
Saran untuk muslim di Indonesia?
Semua mazhab yang ada jangan sampai
saling mengganggu dan mencela. Kita mengarahkan kalau di satu daerah
telah bermukim sebuah mazhab mayoritas, maka agar mazhab lain tidak
masuk ke sana karena bisa menimbulkan gesekan-gesakan. Di dalam Islam
itu dianjurkan untuk berbuat dan berhubungan baik dengan setiap orang
termasuk mereka yang tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Tapi kalau
di satu tempat ada agama tertentu yang jadi mayoritas maka harus
diperhatikan perasaan umatnya. Kalau tidak bisa saja menyinggung
perasaan yang mayoritas.
Adakah negara Islam yang bisa menjadi model toleransi umat?
Saya tidak bisa sebut contoh negaranya.
Namun pada intinya jika pendidikan agama tersebar dengan baik maka
tentunya akan terjadi apa yang disebut toleransi.
Bagaimana menyikapi potensi konflik antar-iman yang ada?
Hal fundamental dalam Islam menyebutkan
tidak ada paksaan bagi siapapun untuk masuk Islam. Makanya, yang
terpenting adalag bagaimana menyampaikan hakikat Islam untuk semua
manusia. Seorang Paulus di Mesir menyebut, tidak ada kemerdekaan yang
hakiki bagi agamanya sampai datangnya ajaran Islam.
Menurut Anda bagaimana Islam di Indonesia?
Saya rasa Islam di Indonesia punya rasa
cinta tinggi pada nabi. Hubungan emosional yang erat dengan Rasulullah
pun bisa ditingkatkan dengan pembelajaran ilmu akhlak yang lebih dalam.
Selain itu, peningkatan pemahaman pada norma-norma juga perlu
ditingkatkan agar hubungan muslim dengan yang bukan muslim di Indonesia
bisa semakin lebih baik.
Umat Islam seharusnya menumbuhkan
gambaran bahwa kita tinggal di satu bahtera bersama umat beragama lain.
Seperti dalam satu perahu, ketika satu orang melubanginya dengan alasan
apapun, tentunya akan membahayakan bagi semua orang di dalam perahu.
Jadi silakan berbuat apapun, asalkan jangan lubangi perahunya.
Sumber: Majalah Gatra Edisi 05/XIX/06-12 Desember 2012 hlm. 80
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan Komentar Dengan Kata-Kata Yang Sopan Dan Baik.!