RAKAAT TARAWIH
Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah
bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan :
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَزِيدُ فِى
رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di
bulan Ramadhan dan tidak pula dalam bulan lainnya melebihi 11 raka’at.”
(HR. Bukhari dan Muslim)(1)
Syubhat
Rasulullah saw adalah panutan
umatnya, semua perbuatan beliau merupakan suri tauladan bagi kita. Dalam hadits
di atas disebutkan bahwa shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah tidak
pernah melebihi sebelas rakaat di dalam atau di luar Ramadhan. Tetapi anehnya banyak
orang yang melakukan shalat tarawih 20 rakaat, padahal cara shalat seperti ini
tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Memang benar terdapat hadits yang
menyatakan bahwa Sayidina Umar mengumpulkan orang untuk shalat tarawih 20
raka`at, akan tetapi hadits tersebut lemah, dan bertentangan dengan dalam
hadits `Aisyah di atas.
Kalaupun seandainya hadits tentang
20 rakaat itu shohih, tetap saja perbuatan itu adalah perbuatan baru yang
dilakukan Sayidina Umar, memang Sayidina Umar adalah tokoh sahabat yang agung,
akan tetapi sunah siapakah yang wajib kita dahulukan, Sunah Nabi ataukah Sunah
Umar ?
Kami Menjawab
Hadits `Aisyah di atas memang memiliki makna yang jelas, Rasulullah
tidak pernah shalat malam di dalam dan di luar Ramadhan melebihi 11 raka`at. Meski terdapat hadits lain yang menyatakan
bahwa Rasulullah melakukan shalat malam sebanyak 13 rakaat. Seperti perkataan
Ibnu Abbas :
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال
: كانت صلاة النبي صلى الله عليه و سلم ثلاثة عسرة ركعة يعني بالليل
“Dari Ibnu Abbas ra berkata : Shalat Rasulullah SAW adalah 13
rakaat di malam hari” (HR Bukhari )(2)
Akan tetapi perbedaan kecil antara dua hadits ini tidak terlalu
berarti, sebagian ulama mengatakan, Sayidah Aisyah tidak menghitung dua
rakaat yang dilakukan Rasulullah di awal shalat karena dua rakaat itu dilakukan
secara ringkas. Sedangkan Ibnu Abbas menghitungnya (3).
Hal penting yang harus kita fahami dari dua hadits di atas adalah,
kedua hadits tersebut bukan untuk membatasi
jumlah rakaat shalat malam, akan tetapi hanya mengkhabarkan pada kita bagaimana
Rasulullah SAW melakukan shalat malamnya.
Rasulullah tidak pernah membatasi umatnya untuk melakukan shalat
malam dengan jumlah rakaat tertentu, ketika Rasulullah ditanya bagaimana cara
mengerjakan shalat malam, beliau hanya menjawab :
صلاة الليل مثنى مثنى فإذا خشي أحدكم الصبح صلى ركعة واحدة توتر له
ما قد صلى
“Shalat malam itu dua
rakaat, dua rakaat, jika salah satu dari kalian takut masuknya waktu subuh maka
shalatlah satu rakaat (witir) untuk mengganjilkan shalat yang telah ia lakukan
” (HR Bukhari dan Muslim)(4)
Dalam hadits ini Rasulullah hanya memberitahukan bagaimana cara
shalat malam yang sunah (yaitu dilakukan dua rakaat, dua rakaat) dan tidak membatasi jumlah rakaatnya. Dalam hadits lain Rasulullah bersabda :
الصلاة خير موضوع فمن استطاع أن يستكثر فليستكثر
“Shalat adalah perbuatan baik, barang siapa yang mampu untuk
memperbanyaknya maka perbanyaklah “ (HR
Thabrani) (5)
Disini justru kita dianjurkan
untuk memperbanyak shalat. Jika di hari-hari biasa saja, kita dianjurkan untuk
memperbanyak shalat malam, maka bagaimana dengan shalat di malam-malam Ramadhan
yang memiliki banyak keutamaan, sebagaimana sabda Rasulullah :
من قام رمضان إيمانا
واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang berdiri
(shalat malam) Ramadhan, karena iman dan mengharapkan pahala maka diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari
dan Muslim)(6)
Ketiadaan batasan dalam shalat tarawih ini diperkuat dengan
perbuatan para sahabat, mereka lebih
mengerti bagaimana Rasulullah melakukan shalatnya, akan tetapi mereka melakukan
shalat malam dalam jumlah yang berbeda-beda. Diceritakan dalam hadits shohih
bahwa pada zaman Sayidina Umar, para sahabat melakukan shalat tarawih 20
rakaat, terkadang ditambah satu witir, terkadang tiga rakaat witir.
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ : كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى
عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ
بِعِشْرِينَ رَكْعَةً
Dari Sa`id bin Yazid berkata “Mereka
berdiri (shalat) di zaman Umar bin Khathab ra di bulan Ramadhan sebanyak 20
rakaat (HR Baihaqi)(7)
Hadits di atas tidak bisa kita pertentangkan dengan hadits `Aisyah
karena yang diriwayatkan di sini adalah perbuatan para sahabat bukan jumlah
rakaat yang dilakukan Rasulullah.
Memang terdapat pula hadits yang menerangkan bahwa jumlah rakaat
yang dilakukan para sahabat di masa Sayidina Umar adalah sebelas seperti hadits
:
عن محمد بن يوسف عن السائب
بن يزيد أنه قال :أمر عمر بن الخطاب أبي بن كعب وتميما الداري أن يقوما
للناس بإحدى عشرة ركعة
Dari Muhammad bin Yusuf dari sa`ib bin yazid bahwasanya dia
berkata : Umar bin khathab memerintahkan Ubay bin ka`ab dan Tamim Ad Dari untuk
mengimami orang-orang dengan sebelas rakaat, (HR
Baihaqi)(8)
Kedua hadits ini sebenarnya tidak saling bertentangan karena
Muhammad bin Yusuf pun menceritakan dalam hadits yang lain :
عن محمد بن يوسف عن السائب بن يزيد أن عمر جمع الناس في رمضان على
أبي بن كعب وعلى تميم الداري على إحدى وعشرين ركعة ..
Dari Muhammad bin Yusuf dari sa`ib bin yazid bahwasanya
Umar bin khathab mengumpulkan manusia di Ramadhan dipimpin Ubay bin ka`ab dan Tamim Ad Dari untuk
melakukan shalat 21 rakaat. (HR Abdur Razzaq)(9)
Para muhaditsin mengatakan, pada mulanya Umar memerintah mereka
untuk shalat sebelas rakaat dengan memanjangkan berdiri dalam rakaat, Kemudian karena hal itu dirasa berat oleh
sahabat, maka mereka meringankan berdirinya dan sebagai gantinya mereka
menambahkan rakaat shalat karena ini dinilai lebih ringan(10).
Shalat sunnah tarawih dengan 20 rakaat juga diperintahkan oleh
Sayidina Ali, dan dikerjakan oleh para sahabat dan tabi`in tanpa ada
khilaf di antara mereka mengenai kebolehannya (11).
Perbuatan para sahabat dan tabi`in
merupakan dalil yang paling kuat mengenai kebolehan shalat tarawih 20 rakaat,
dan kebenaran hadits yang menyatakan bahwa para sahabat melakukan shalat
tarawih 20 rakaat, Para muhaditsin mengatakan bahwa suatu hadits yang disepakati
ulama untuk diamalkan oleh umat dihukumi shahih walaupun tidak memiliki
sanad yang kuat, apalagi jika hadits tersebut memiliki sanad yang kuat seperti
hadits ini. (12)
Jika kita mencermati lebih dalam mengenai jumlah rakaat tarawih
yang dilakukan para sahabat dan tabi`in yang berbeda-beda, kita akan temukan
bahwa sebenarnya tidak ada batasan jumlah rakaat tarawih yang jelas dari
Rasulullah SAW, Beliau tidak pernah memerintahkan para sahabat untuk membatasi
jumlah rakaat tarawih dengan bilangan tertentu.
Inilah sebab mengapa para sahabat berbeda-beda dalam menentukan
jumlah rakaat shalat tarawih. Jumhur
sahabat dan ahli ilmu melakukan shalat tarawih 20 rakaat ditambah satu atau
tiga rakaat witir, ada pula yang melakukannya sebanyak 36 rakaat, sebagaimana
yang dilakukan di Madinah pada zaman Umar bin Abdul Aziz, sedangkan di zaman
Imam Syafii shalat tarawih di Makkah dilakukan sebanyak 23 rakaat dan di
Madinah sebanyak 39 rakaat, di zaman Imam Turmudzi shalat tarawih di Madinah
dilakukan sebanyak 41 rakaat, ada juga yang menukilkan shalat tarawih 47
rakaat, 38 rakaat, 49 rakaat 39 rakaat, 34 rakaat, 24 rakaat, 16 rakaat, 13
rakaat atau 11 rakaat (13).
Meskipun jumlah rakaat yang dilakukan berbeda akan tetapi mereka
tidak saling menyalahkan satu sama lain, karena mereka tahu bahwa shalat
tarawih tidak memiliki batas tertentu, siapa saja boleh melakukan shalat itu
berapapun jumlah rakaatnya asalkan dilakukan dengan khusyu dan tidak
tergesa-gesa.
Dan begitulah, dari zaman ke zaman, sejak zaman sahabat sampai
sekarang tidak pernah ada seorangpun yang mempermasalahkan jumlah rakaat
tarawih bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah sendiri dalam fatawanya menyatakan bahwa
jumlah rakaat tarawih tidak memiliki batas tertentu(14).
Maka alangkah anehnya jika di akhir zaman ini setelah berabad-abad berlalu tanpa ada
seorangpun yang mengingkarinya, tiba-tiba ada golongan yang membatasi jumlah
rakaat tarawih hanya dengan 11 rakaat dan menyesatkan orang yang melakukan
shalat tarawih melebihi 11 rakaat. Ini adalah perkataan yang berbahaya yang
dapat memecah belah umat dan tak pantas dikatakan seorang muslim apalagi
seorang ulama, karena perkataan ini sama
artinya dengan menyesatkan para salaf kita, menyesatkan Umar bin Khatab dan
Sayidina Ali yang mengumpulkan para sahabat untuk shalat tarawih dengan 20
rakaat, menyesatkan hampir semua sahabat dan tabi`in dan ulama yang melakukan
shalat tarawih di atas 11 rakaat.
Padahal merekalah yang paling memaahami makna
perkataan Nabi :
وصلوا كما
رأيتموني أصلي
“Shalatlah sebagaimana kalian
melihatku shalat” (HR
Bukhari)(15)
Apakah ada yang lebih memahami shalat Rasulullah selain
para sahabat, dan tabi`in ?
Siapakah yang lebih mengetahui
sunnah rasul, apakah para sahabat yang melihat semua perbuatan rasul secara
langsung, yang dibimbing rasul secara langsung ataukah seseorang di akhir zaman
yang hanya membaca hadits-hadits rasulullah dan menafsirkannya dengan
pikirannya sendiri?
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan Komentar Dengan Kata-Kata Yang Sopan Dan Baik.!