أهلا وسهلا بحضوركم في بلوق مؤسسة سنبة سلفية

28 Januari 2013


Semua Hidup Dalam Satu Bahtera


Konflik antar-aliran dalam Islam timbul karena pemahaman yang dangkal terhadap agama. Ulama sering membungkus kepentingan duniawi dengan dalih agama. Muslim Indonesia mempunyai budaya hidup rukun.
Sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia menjadi aset Islam yang tak ternilai. Akan tetapi sejarah keberagaman di Indonesia sering dicoreng tindak kekerasan berdalih agama. Hal ini menjadi perhatian Habib Umar bin Hafizh, ulama pluralis dari Tarim, Yaman. Ulama kelahiran Tarim, Yaman, 27 Mei 1963, ini adalah pendiri sekolah Daar al-Mustafa yang oleh koran The New York Times digambarkan sebagai tempat multikultrural yang disesaki pelajar dari Indonesia hingga California.
Dengan visi kemajemukannya, ulama penghapal Al-Quran ini memberikan banyak ceramah di berbagai pusat kebudayaan dan pendidikan Islam, termasuk beberapa universitas di Inggris, Amerika Serikat dan Kanada.
Oleh Center for Muslims-Christian Understanding, Georgetown University, Amerika Serikat, putra mufti kota Tarim, Habib Muhammad bin Salim, itu dimasukkan di antara 50 nama dalam “The World’s 500 Most Influential Muslims 2009.
Salah satu aksi penting yang dilakukan sebelumnya adalah penandatanganan Risalah Amman (2005) dan A Common Word atau Kalimatun Sawa (2007). Pakta pertama adalah pengakuan adanya beberapa mazhab dalam Islam dan yang kedua adalah surat terbuka para ulama kepada pemimpin Kristen yang kemudian direspons positif sebagai inisiatif dialog antar-iman yang cukup berpengaruh.
Pekan ini, ia melakukan lawatan ke Indonesia. Di antara agendanya adalah memberikan ceramah di Universitas Paramadia, Monumen Nasional, dan di kawasan Puncak, Bogor. Senin lalu, Umar bin Hafizh berkesempatan menerima Edmiraldo Siregar dan Dharma Wijayanto (pewarta foto) dari GATRA. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana Anda melihat umat Islam di Indonesia?
Orang Indonesia punya dasar yang baik untuk bisa hidup bersama dengan keberagaman. Kalau ada sedikit konflik atau perseteruan, tentunya pengaruh dari apa yang datang setelahnya. Namun pada intinya, potensi untuk toleransi yang baik itu ada di Indonesia. Cukup dengan berusaha sedikit saja, insya Allah akan terwujud toleransi seperti yang kita harapkan.
Sampai sekarang masih terjadi sikap intoleransi, mengapa?
Perbedaaan mazhab-mazhab dalam Islam bukanlah hal yang sifatnya prinsipil. Itu hanya “ranting dan cabangnya” agama. Sebaiknya itu bisa dipahami dengan baik agar tidak akan ada masalah. Yang jadi masalah, ketika seseorang dikuasai fanatisme berlebih pada mazhabnya, maka perilakunya saling menyakiti.
Terkait dengan konflik bertema agama, apa saran anda?
Semestinya kita semua saling menghormati. Intinya, mazhab yang sudah dianut lebih dahulu oleh masyarakat Indonesia harus menunjukkan penghormatan pada mazhab baru. Tetapi mazhab yang masuk setelahnya harus mampu menunjukkan penghormatan yang lebih besar.
Apa faktor yang menjadi pendukungnya?
Ini menjadi fenomena pribadi mereka (ulama) masing-masing yang pemahaman agama Islamnya mungkin kurang benar. Mengkafirkan seseorang itu tidak diperbolehkan, kecuali pada kenyataannya orang itu memang kafir. Atau bisa jadi mereka melakukan hal tersebut karena faktor-faktor duniawi dengan mencari pembenaran atas nama agama.
Di negara Islam lain apakah konflik mazhab masih menjadi masalah?
Pada masa lalu sebenarnya tidak ada. Di setiap negara terdapat dua mazhab berbeda, bahkan bisa lebih, namun hidupnya stabil tanpa ada masalah. Tetapi perkembangannya, apa yang saya istilahkan sebagai misionaris mazhab mulai mengorek-ngorek dan tentunya bisa merangsang terjadinya konflik.
Saran untuk muslim di Indonesia?
Semua mazhab yang ada jangan sampai saling mengganggu dan mencela. Kita mengarahkan kalau di satu daerah telah bermukim sebuah mazhab mayoritas, maka agar mazhab lain tidak masuk ke sana karena bisa menimbulkan gesekan-gesakan. Di dalam Islam itu dianjurkan untuk berbuat dan berhubungan baik dengan setiap orang termasuk mereka yang tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Tapi kalau di satu tempat ada agama tertentu yang jadi mayoritas maka harus diperhatikan perasaan umatnya. Kalau tidak bisa saja menyinggung perasaan yang mayoritas.
Adakah negara Islam yang bisa menjadi model toleransi umat?
Saya tidak bisa sebut contoh negaranya. Namun pada intinya jika pendidikan agama tersebar dengan baik maka tentunya akan terjadi apa yang disebut toleransi.
Bagaimana menyikapi potensi konflik antar-iman yang ada?
Hal fundamental dalam Islam menyebutkan tidak ada paksaan bagi siapapun untuk masuk Islam. Makanya, yang terpenting adalag bagaimana menyampaikan hakikat Islam untuk semua manusia. Seorang Paulus di Mesir menyebut, tidak ada kemerdekaan yang hakiki bagi agamanya sampai datangnya ajaran Islam.
Menurut Anda bagaimana Islam di Indonesia?
Saya rasa Islam di Indonesia punya rasa cinta tinggi pada nabi. Hubungan emosional yang erat dengan Rasulullah pun bisa ditingkatkan dengan pembelajaran ilmu akhlak yang lebih dalam. Selain itu, peningkatan pemahaman pada norma-norma juga perlu ditingkatkan agar hubungan muslim dengan yang bukan muslim di Indonesia bisa semakin lebih baik.
Umat Islam seharusnya menumbuhkan gambaran bahwa kita tinggal di satu bahtera bersama umat beragama lain. Seperti dalam satu perahu, ketika satu orang melubanginya dengan alasan apapun, tentunya akan membahayakan bagi semua orang di dalam perahu. Jadi silakan berbuat apapun, asalkan jangan lubangi perahunya.
Sumber: Majalah Gatra Edisi 05/XIX/06-12 Desember 2012 hlm. 80

25 Januari 2013

Maulid dan Ied



Maulid, Id dan Natal
Syubhat 
Mereka yang menentang maulid mengatakan bahwa letak kebid`ahan maulid adalah  karena maulid  telah dijadikan sebagai salah satu hari  id (hari raya) umat islam padahal hari id merupakan bagian dari Syariat sehingga untuk menetapkannya harus memiliki sumber yang datang dari Rasulullah dan id yang  telah ditetapkan oleh Rasulullah hanyalah Idul Fitri dan Idul Adha saja. Rasulullah sendiri tidak pernah  menjadikan hari kelahirannya sebagai hari id dan tidak pernah memerintahkannya. Selain itu mereka yang melakukan maulid berarti telah meniru perbuatan orang Nasrani yang menjadikan kelahiran Nabi Isa sebagai hari id mereka (natal). Padahal Rasulullah pernah bersabda :
من تشبه بقوم فهؤ منهم ) أبي داود(
“Setiap orang yang meniru-niru suatu kaum, maka orang tersebut termasuk di dalamnya.” (HR Abu Dawud)
Kami Menjawab
Kesalahan mereka terletak pada pemahaman yang salah mengenai makna  Id, mereka menganggap Id sebagai perayaan yang harus diperingati secara rutin setiap tahun, padahal secara bahasa Id adalah hari berkumpulnya manusia,  sedangkan Id menurut orang arab adalah waktu yang disitu berulang kegembiraan atau kesedihan, dinamakan hari raya sebagai id karena di hari itu kegembiraan yang baru  berulang tiap tahunnya(1).
Jadi dari segi bahasa tidak ada masalah jika kita menamakan hari-hari berkumpulnya manusia atau perayaan moment-moment yang menggembirakan seperti maulid dan sebagainya sebagai hari id, dalam Al quran sendiri Nabi Isa menamakan hari dimana hidangan dari langit  turun sebagai hari id, Allah SWT berfirman :
}رَبَّنَا أَنزلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لأوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ } [سورة المائدة: 114]
Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama". (QS Al Maidah : 144)
Jika Nabi Isa menjadikan  hari datangnya hidangan dari langit sebagai hari yang patut dirayakan oleh orang terdahulu dan terkemudian , maka datangnya rasulullah yang merupakan rahmat semesta alam ke muka bumi ini lebih patut untuk dirayakan dari hanya sekedar makanan.
Bahkan Ibnu Abbas mengatakan bahwa hari turunnya ayat  اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي adalah hari yang terkumpul didalamnya dua id yaitu hari jum`at dan hari arafah sebagaimana yang dikisahkan dalam hadits  :
عن عمار بن أبي عمار أن ابن عباس : قرآ هذه الآية { اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي } إلى آخر الآية وعنده يهودي فقال : لو أنزلت علينا هذه الآية لاتخذها يومها عيدا فقال ابن عباس : فإنها نزلت في يوم عيدين [ اثنين ] جمعة ويوم عرفة
Dari Ammar bin Abi Ammar berkata bahwasanya  Sahabat Ibnu Abbas membaca ayat  ini  (الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى ) sampai akhir ayat, sedangkan  disampingnya terdapat seorang yahudi, dia berkata “ andai ayat ini diturunkan kepada kami (yahudi) maka kami akan menjadikannya hari turunnya sebagai hari id, maka Ibnu Abbas berkata : sesungguhnya ayat ini turun di dua hari id yaitu Jum`at dan Hari arafah (HR Thabrani) (2)
Dan tidak diragukan lagi bahwa kelahiran Rasulullah ke muka bumi ini merupakan hari gembira bagi manusia bahkan bagi semesta alam, karena beliau diutus sebagai rahmat bagi semesta alam, maka mengingatnya sebagai hari kegembiraan bukan hanya diperbolehkan bahkan diperintahkan Allah dalam firmannya :
 قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (58) [يونس : 58[
  Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (QS Yunus : 58)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bergembira atas karunia dan rahmat yang Allah berikan pada kita, ini berarti kegembiraan atas kelahiran Rasulullah yang merupakan rahmat bagi semesta alam, merupakan hal yang harus ada dalam diri setiap Muslim.
Dari sini menjadi jelas bahwa pengertian Id sangat luas tidak hanya terbatas pada  Idul Fitri dan Idul Adha saja.  Hari Jum`at bisa kita katakan Id, hari Arafah, Hari turunnya Hidangan dari langit dan semua hari-hari gembira bisa kita katakan Id.
Ini jika memang kita mengatakan maulid sebagai hari id, akan tetapi pada kenyataannya mereka yang merayakan maulid tidak memandang hari maulid sebagai hari id seperti halnya hari Idul Fitri atau Idul Adha, mereka hanya memandangnya sebagai hari untuk mengenang Rasulullah dan mengungkapan kegembiraannya atas kelahiran beliau. Jika demikian maka apa yang mereka musykilkan mengenai maulid dan kaitannya dengan id tidak terbukti.
Sedangkan mengenai pernyataan yang mengatakan bahwa perayaan maulid termasuk bentuk meniru perbuatan nasrani, ini merupakan tuduhan yang tidak berdasar,
pertama karena kaum nasrani di hari natal memperingati kelahiran Tuhan atau anak tuhan mereka dan mengagungkannya sedangkan kita memperingati kelahiran Nabi kita, tidak ada dari kita yang menganggap Beliau sebagai anak tuhan, jelas ini perbedaan yang sangat besar.
Kedua karena peringatan kelahiran Rasulullah justru merupakan hal yang dicontohkan oleh Rasulullah walaupun dengan cara yang berbeda. Rasulullah saw ketika ditanya mengenai puasa hari senin beliau menjawab :
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فيه وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أو أُنْزِلَ عَلَيَّ فيه
“Hari itu hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkan kepadaku wahyu di hari itu”   (HR Muslim)(3)
Inti dari hadits tersebut adalah bahwa Rasulullah memperingati hari kelahirannya setiap hari senin, yaitu dengan berpuasa di hari itu, hadits Ini adalah dasar bolehnya memperingati hari kelahiran Beliau.
Apakah ini berarti rasulullah bertasyabuh dengan kaum nasarani karena memperingati hari kelahirannya ?
Mengagungkan hari kelahiran bukanlah kekhusussan kaum nasrani sehingga orang yang melakukannya dapat dikatakan bertasyabuh dengan mereka.
Hari kelahiran memiliki keistimewaan tersendiri bagi seseorang. Bergembira di hari kelahiran bukan hal tercela asal diisi dengan ibadah. Oleh karena itu Rasulullah mengajarkan kita dengan memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa
Salah satu hal yang membuat jum`at menjadi hari istimewa adalah karena disitu nabi Adam diciptakan . Rasulullah bersabda :
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا). صحيح مسلم , 2013(
Hari terbaik dimana matahari terbit didalamnya adalah hari jum`at disitu diciptakan adam, dan disitu dimasukan adam ke surga dan dikeluarkan darinya (Hr Muslim)
Di dalam Al Qur`an, Allah SWT melimpahkan kesejahteraan di hari-hari kelahiran para nabi. Di antaranya kelahiran Nabi Isa :
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا  [مريم: 33 [
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali". (Maryam : 33)
Dan kelahiran nabi Yahya :
وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا [مريم: 15]
Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali. (Maryam : 15)
Tentu kesejahteraan yang Allah limpahkan kepada Rasulullah di hari lahirnya lebih agung lagi.
Jadi jelas bahwa perayaan maulid bukanlah tindakan menyerupai orang-orang Nasrani, bahkan memiliki dasar yang kuat, sebenarnya justru mereka yang melarang maulid lah yang tidak memiliki sumber hukum yang jelas baik dari Al Qur`an maupun Al Hadits, adakah dalil yang melarang untuk memperingati kelahiran beliau?
Syaikh Ibnu Taimiyah sendiri dalam kitabnya “Iqtidha” berkata : “ Begitu juga apa yang dilakukan sebagian manusia (maulid) ini bisa jadi merupakan tindakan  yang  menyerupai orang nasrani dalam merayakan hari kelahiran Nabi isa atau bisa jadi merupakan perbuatan yang didorong oleh rasa cinta kepada Nabi saw dan mengagungkan Beliau, dan Allah memberi pahala atas kecintaan dan usaha ini bukan atas bid`ah dengan menjadikan maulid nabi saw sebagai hari Id(4)
Dalam perkataan Syaikh Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa mereka yang merayakan maulid karena kecintaan kepada Rasulullah akan mendapatkan ganjaran yang baik atas kecintaanya, berbeda dengan mereka yang menjadikannya sebagai hari Id. Dan telah kita bahas di atas bahwa tidak ada satupun dari mereka yang merayakan maulid yang menyetarakan maulid dengan Idul Adha dan Idul Fitri, keduanya tetap hari raya umat islam, dan maulid adalah hari untuk mengagungkan Nabi Muhammad.
Referensi
 (1)تهذيب اللغة - (ج 1 / ص 352)
وقال الليث: العِيد: كل يوم مَجْمع، وسُمى عيداً لأنهم قد اعتادوه. قال: واشتقاقه من عاد يعود كأنهم عادوا إليه. وقال العجاج يصف الثور الوحشي: واعتاد أرباضا لها آرِيّ ... كما يعود العيد نصراني فجعل العيد من عاد يعود. قال: وتحوّلت الواو في العيد ياء لكسرة العين. قال: وتصغير عيد عُييد، تركوه على التغيير؛ كما أنهم جمعوه أعياداً ولم يقولوا: أعواداً. قال: والعِيدية: نجائب منسوبة معروفة. وقال غيره: مااعتادك من الهم فهو عيد. وقال المفضل: عادني عيدي أي عادتى. وأنشد: عاد قلبي من الطويلة عِيد أراد بالطويلة روضة بالصَّمّان تكون ثلاثة أميال في مثلها. وأمَّا قول تأبَّط شرا. ياعيدُ مالك من شوق وإيراق ... ومَرَّ طيف من الأهوال طرَّاق قال أراد يأيها المعتادى. وقوله: مالك من شوق كقولك: مالك من فارس، وأنت تتعجب من فروسيته وتمدحه. ومثله: قاتله الله من شاعر. " ابن الأنباري في قوله: ياعيد مالك العيد: مايعتاده من الحزن والشوق " . وقوله: مالك من شوق أي ما أعظمك من شوق. ويروى: ياهَيَد مالك. ومعنى ياهَيْد: ماحالك وماشأنك، ويقال: أتى فلان القوم فما قالوا له: هَيْد مالك أي ماسألوه عن حاله. قال: والعيد عند العرب: الوقت الذي يعود فيه الفرح والحزن، وكان في الأصل العِوْد فلَّما سكنت الواو وانكسر ماقبلها صارت ياء " . وقال أبو عدنان يقال عَيْدنت النخلةُ إذا صارت عَيْدانة. وقال المسيَّب بن عَلَس: والأُدْم كالعَيْدان آزرها ... تحت الأشَاء مكمّم جَعْلُ قلت أنا: من جعل العيدان فيعالا جعل النون أصلية والياء زائدة. ودليله على ذلك قولهم: عيدنت النخلة. ومن جعله فعلان مثل سيحان من ساح يسيح جعل الياء أصلية والنون زائدة. ومثله هَيْمان وعَيْلان. " الأصمعي: العَيْدانة: شجرة صُلبة قديمة لها عروق نافذة إلى الماء. وأنشد: تحاوبن في عَيْدانة مُرْجحِنَّة ... من السّددر رَوَّاها المصيفَ مَسِيلُ قال آخر: بَوَاسِق النخلَ أبكارا وعُونا " . ثعلب عن ابن الأعرابي: سُمِّي العيِد عِيدا لأنه يعود كل سنة بفرح مجدَّد. قال ثعلب: وأصل العيد عِوْد فقلبت الواو ياء ليفرقوا بين الاسم الحقيقي وبين المصدر. وقال شمر العِيديَّة: ضرب من الغنم وهي الأنثى من البُرقان، والذكر خروف، فلا يزال اسمه حتى تُعَقّ عقيقته.
 (2)المعجم الكبير - (ج 12 / ص 184)
12835 - حدثنا يوسف القاضي ثنا سليمان بن حرب ثنا حماد ابن سلمة عن عمار بن أبي عمار أن ابن عباس : قرآ هذه الآية { اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي } إلى آخر الآية وعنده يهودي فقال : لو أنزلت علينا هذه الآية لاتخذها يومها عيدا فقال ابن عباس : فإنها نزلت في يوم عيدين [ اثنين ] جمعة ويوم عرفة
سنن الترمذى - (ج 11 / ص 290)
 - حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ عَمَّارِ بْنِ أَبِى عَمَّارٍ قَالَ قَرَأَ ابْنُ عَبَّاسٍ (الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا) وَعِنْدَهُ يَهُودِىٌّ فَقَالَ لَوْ أُنْزِلَتْ هَذِهِ عَلَيْنَا لاَتَّخَذْنَا يَوْمَهَا عِيدًا. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَإِنَّهَا نَزَلَتْ فِى يَوْمِ عِيدٍ فِى يَوْمِ جُمُعَةٍ وَيَوْمِ عَرَفَةَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَهُوَ صَحِيحٌ.
صحيح البخاري - (ج 1 / ص 25)
 45 - حدثنا الحسن بن الصباح سمع جعفر بن عون حدثنا أبو العميس أخبرنا قيس بن مسلم عن طارق بن شهاب عن عمر بن الخطاب أن رجلا من اليهود قال له  : يا أمير المؤمنين آية في كتابكم تقرؤونها لو علينا معشر اليهود نزلت - لاتخذنا ذلك اليوم عيدا . قال أي آية ؟ قال { اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا } . قال عمر قد عرفنا ذلك اليوم والمكان الذي نزلت فيه على النبي صلى الله عليه و سلم وهو قائم بعرفة يوم جمعة
شرح النووي على مسلم - (ج 9 / ص 394)
 - قَوْله فِي قَوْله تَعَالَى : ( { الْيَوْم أَكْمَلْت لَكُمْ دِينكُمْ } إِنَّهَا نَزَلَتْ لَيْلَة جَمْع ، وَنَحْنُ مَعَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ ) هَكَذَا هُوَ النُّسَخ الرِّوَايَة : ( لَيْلَة جَمْع ) وَفِي نُسْخَة اِبْن مَاهَانِ : ( لَيْلَة جُمْعَة ) ، وَكِلَاهُمَا صَحِيح . فَمَنْ رَوَى ( لَيْلَة جَمْع ) فَهِيَ لَيْلَة الْمُزْدَلِفَة ، وَهُوَ الْمُرَاد بِقَوْلِهِ : ( وَنَحْنُ بِعَرَفَاتٍ فِي يَوْم جُمْعَة ) ؛ لِأَنَّ لَيْلَة جَمْع هِيَ عَشِيَّة يَوْم عَرَفَات ، وَيَكُون الْمُرَاد بِقَوْلِهِ : ( لَيْلَة جُمْعَة ) يَوْم جُمْعَة ، وَمُرَاد عُمَر رَضِيَ اللَّه عَنْهُ إِنَّا قَدْ اِتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْم عِيدًا مِنْ وَجْهَيْنِ ؛ فَإِنَّهُ يَوْم عَرَفَة ، وَيَوْم جُمْعَة ، وَكُلّ وَاحِد مِنْهُمَا عِيد لِأَهْلِ الْإِسْلَام .
 (3)صحيح مسلم - (2 / 819(
1162 حدثنا محمد بن الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بن بَشَّارٍ واللفظ لابن الْمُثَنَّى قالا حدثنا محمد بن جَعْفَرٍ حدثنا شُعْبَةُ عن غَيْلَانَ بن جَرِيرٍ سمع عَبْدَ اللَّهِ بن مَعْبَدٍ الزِّمَّانِيَّ عن أبي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رضي الله عنه  أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عن صَوْمِهِ قال فَغَضِبَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فقال عُمَرُ رضي الله عنه رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَبِبَيْعَتِنَا بَيْعَةً قال فَسُئِلَ عن صِيَامِ الدَّهْرِ فقال لَا صَامَ ولا أَفْطَرَ أو ما صَامَ وما أَفْطَرَ قال فَسُئِلَ عن صَوْمِ يَوْمَيْنِ وَإِفْطَارِ يَوْمٍ قال وَمَنْ يُطِيقُ ذلك قال وَسُئِلَ عن صَوْمِ يَوْمٍ وَإِفْطَارِ يَوْمَيْنِ قال لَيْتَ أَنَّ اللَّهَ قَوَّانَا لِذَلِكَ قال وَسُئِلَ عن صَوْمِ يَوْمٍ وَإِفْطَارِ يَوْمٍ قال ذَاكَ صَوْمُ أَخِي دَاوُدَ عليه السَّلَام قال وَسُئِلَ عن صَوْمِ يَوْمِ الإثنين قال ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فيه وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أو أُنْزِلَ عَلَيَّ فيه قال فقال صَوْمُ ثَلَاثَةٍ من كل شَهْرٍ وَرَمَضَانَ إلى رَمَضَانَ صَوْمُ الدَّهْرِ قال وَسُئِلَ عن صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فقال يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ قال وَسُئِلَ عن صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فقال يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وفي هذا الحديث من رِوَايَةِ شُعْبَةَ قال وَسُئِلَ عن صَوْمِ يَوْمِ الإثنين وَالْخَمِيسِ فَسَكَتْنَا عن ذِكْرِ الْخَمِيسِ لَمَّا نُرَاهُ وَهْمًا
 (4)اقتضاء الصراط - (ج 1 / ص 293)
فزاد بعض أهل الأهواء في ذلك حتى زعموا أنه عهد إلى علي رضي الله عنه بالخلافة بالنص الجلي بعد أن فرش له وأقعده على فرش عالية وذكروا كلاما باطلا وعملا قد علم بالاضطرار أنه لم يكن من ذلك شيء وزعموا أن الصحابة تمالؤا على كتمان هذا النص وغصبوا الوصي حقه وفسقوا وكفروا إلا نفرا قليلا  والعادة التي جبل الله عليها بني آدم ثم ما كان عليها القوم من الأمانة والديانة وما أوجبته شريعتهم من بيان الحق يوجب العلم اليقيني بأن مثل هذا يمتنع كتمانه  وليس الغرض الكلام في مسألة الإمامة وإنما الغرض أن اتخاذ هذا اليوم (ج 1 / ص 294)عيدا محدث لا أصل له فلم يكن في السلف لا من أهل البيت ولا من غيرهم من اتخذ ذلك عيدا حتى يحدث فيه أعمالا إذ الأعياد شريعة من الشرائع فيجب فيها الاتباع لا الابتداع وللنبي صلى الله عليه و سلم خطب وعهود ووقائع في أيام متعددة مثل يوم بدر وحنين والخندق وفتح مكة ووقت هجرته ودخوله المدينة وخطب له متعددة يذكر فيها قواعد الدين ثم لم يوجب ذلك أن يتخذ مثال تلك الأيام أعيادا وإنما يفعل مثل هذا النصارى الذين يتخذون أمثال أيام حوادث عيسى عليه السلام أعيادا أو اليهود وإنما العيد شريعة فما شرعه الله اتبع وإلا لم يحدث في الدين ما ليس منه  وكذلك ما يحدثه بعض الناس إما مضاهاة للنصارى في ميلاد عيسى عليه السلام وإما محبة للنبي صلى الله عليه و سلم وتعظيما له والله قد يثيبهم على هذه المحبة والاجتهاد لا على البدع من اتخاذ مولد النبي صلى الله عليه و سلم عيدا  (ج 1 / ص 295)  مع اختلاف الناس في مولده فإن هذا لم يفعله السلف مع قيام المقتضى له وعدم المانع منه ولو كان هذا خيرا محضا أو راجحا لكان السلف رضي الله عنهم أحق به منا فإنهم كانوا أشد محبة لرسول الله صلى الله عليه و سلم وتعظيما له منا وهم على الخير أحرص وإنما كمال محبته وتعظيمه في متابعته وطاعته واتباع أمره وإحياء سنته باطنا وظاهرا ونشر ما بعث به والجهاد على ذلك بالقلب واليد واللسان فإن هذه هي طريقة السابقين الأولين من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان وأكثر هؤلاء الذين تجدونهم حرصاء على أمثال هذه البدع مع مالهم فيها من حسن القصد والاجتهاد الذي يرجى لهم به المثوبة تجدونهم فاترين
اقتضاء الصراط (ص: 297)
فتعظيم المولد واتخاذه موسما قد يفعله بعض الناس ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده وتعيظمه لرسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كما قدمته لك أنه يحسن من بعض الناس ما يستقبح من المؤمن المسدد ولهذا قيل للامام أحمد عن بعض الأمراء إنه أنفق على مصحف ألف دينار ونحو ذلك فقال دعه فهذا أفضل ما أنفق فيه الذهب


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...